Konsisten menulis itu hal yang
sulit bagi saya. Ketika kecil, saya suka mengoleksi buku harian lucu, tetapi tak sedikitpun ada tulisan saya di dalamnya. Mungkin hanya
ada catatan biodata teman-teman sekelas. Selanjutnya Saya tumbuh besar menjadi
seorang remaja yang tidak “Berani Bicara”. Malu mengungkapkan pendapat di depan
umum. Perasaan khawatir berbuat/mengajukan
pertanyaan bodoh yang pada akhirnya berlanjut muncul perasaan-perasaan tidak
pede berbicara di depan umum.
Saya bersyukur, karena saya masuk
program studi yang mengharuskan/memaksa saya untuk “Berani Bicara”. Meskipun pada
awalnya saya hanya mendapat nilai asal lulus di mata kuliah yang banyak diskusi
dan presentasi. Saya tidak menyerah, hingga pada saat ini saya sudah mulai “Berani
Bicara” di depan umum. Alhamdulillah, Alloh memberi kemudahan. Saya bisa
melawan rasa malu untuk tampil.
Proses "Berani Bicara" |
Namun, pernahkah anda melihat tayangan di televisi yang kurang mendidik seperti menunjukkan kehidupan glamour remaja di mall, penggunaan bahasa alay, bahkan debat politik yang mirip orang berkelahi. Saya melihat ini akan berdampak buruk terhadap kemampuan berbahasa pada generasi muda. Mereka akan sulit berproses menjadi manusia yang "Berani Bicara" dengan baik lagi santun nantinya. Hal ini menjadi tugas kita bersama. Kita bisa mulai dari lingkungan terkecil yaitu keluarga dan lingkungan sekitar kita. Tanamkan bahwa orang Indonesia "Berani Bicara" tetapi tetap santun adanya.
# 213 kata